Senin, 15 Juni 2009

tentang video komunitas

MENYOROT REALITA KEHIDUPAN : Pengembangan Video Komunitas PEKKA

Istilah video komunitas mengandung pengertian ’berbasis komunitas’ (community based), menunjuk pada suatu kelompok masyarakat tertentu dalam batas ruang dan waktu tertentu pula. Tidak dinamakan video rakyat atau video masyarakat karena cakupannya lebih luas sedangkan video komunitas dibatasi oleh ruang dan waktu yang jelas. Video hanyalah alat (sama seperti alat-alat atau media lainnya) dalam keseluruhan proses-proses pendidikan dan pengorganisasian masyarakat untuk tujuan-tujuan perubahan sosial. Video itu sendiri hanyalah suatu hasil kerja bukanlah tujuan utama dan bukanlah hasil akhir yang terpenting. Video atau film profesional dan komersial akan selesai pekerjaannya ketika film/video tersebut selesai dibuat, lain halnya dengan video komunitas justru baru akan mulai berfungsi setelah video itu selesai dibuat/diproduksi.

Awal tahun 2008 PEKKA mulai menggagas untuk mengembangkan media ini (video komunitas). Pengembangan media ini dimulai dengan pembentukan tim video yang terdiri dari minimal 3 orang. Anggota tim harus mempunyai kemauan kuat dan motivasi tinggi untuk belajar mengingat ini merupakan hal baru dan juga berkaitan dengan teknologi. Di Pekka, anggota tim umumnya terdiri dari perempuan muda yang memang bersemangat untuk hal ini. Selanjutnya tim dilatih oleh tim video seknas PEKKA selama 5 hari. Isi pelatihan mencakup pengembangan visi dan misi video komunitas, pengenalan kamera dan peralatan editing, membuat kerangka dan script sederhana untuk video. Selain berisi pengetahuan dan teori, bagian terbesar dari pelatihan adalah praktek langsung di lapangan baik dalam pengambilan gambar maupun editing. Diakhir pelatihan, setiap tim berpraktek untuk membuat sebuah film dokumenter pendek 3 – 5 menit tentang isue yang ingin diangkat. Setelah video selesai dibuat, kemudian ditayangkan dan ditonton bersama serta saling memberi masukan apa yang masih harus ditingkatkan.

Selesai pelatihan, tim video membuat studio mini di wilayah masing-masing dan mereka mulai memproduksi video dengan tema yang sesuai dengan konteks wilayahnya. Hal terberat dalam proses pembuatan video yang mereka rasakan adalah proses editing karena menyangkut kerja komputer. Oleh karena itu, dalam kegiatan produksi video perdana yang mereka lakukan, tim seknas PEKKA masih membantu mereka melalui kegiatan pendampingan di lapangan terutama kegiatan editing dari video yang mereka buat. Setelah video selesai diproduksi, sebuah forum masyarakat akan digelar untuk bersama menyaksikan video tersebut. Setelah menonton bersama, tim akan memfasilitasi masyarakat untuk mendiskusikan isi video dan diharapkan terus didiskusikan hingga ada aksi yang akan dilakukan untuk perubahan ke arah yang lebih baik.

Diharapkan mereka akan menggunakan video yang mereka produksi sebagai alat untuk memulai proses-proses diskusi di tengah masyarakat yang sangat dikenalnya dan mereka sendiri adalah bagian dari masyarakat itu sendiri. Tim yang dilatih bukan ditujukan untuk menjadi pembuat film atau video profesional tetapi lebih sebagai ’pengguna yang sadar’ tentang apa dan untuk apa mereka menggunakan teknologi modern tersebut. Tim video komunitas bukan hanya akan menjadi tenaga teknis terampil pembuat video, tetapi juga sebagai fasilitator dan pengorganisir masyarakat yang terampil menggunakan video sebagai salah satu media dalam kerja-kerja pengorganisasian masyarakat.

Hingga Desember 2008, seknas PEKKA telah menyelenggarakan 2 kali pelatihan video komunitas (TOT) untuk 7 tim video komunitas yang terbentuk. Pelatihan pertama diadakan khusus untuk wilayah NAD yang dilaksanakan di sekretariat PEKKA NAD pada tanggal 25 – 30 April 2008. Peserta yang dilatih berasal dari 4 wilayah di NAD, terdiri dari Aceh Besar, Aceh Pidie, Bireuen dan Idi Rayeuk. Setiap wilayah diwakili oleh 4 orang peserta yang semuanya perempuan, terdiri dari 3 orang perwakilan dari kelompok Pekka dan 1 orang pendamping lapang. Pelatihan kedua diadakan di Jakarta pada tanggal 10 – 17 Agustus 2008, peserta yang dilatih berasal dari 4 wilayah yaitu NTT, Jabar dan NTB. Total peserta yang telah dilatih sebanyak 28 orang. Diharapkan 3 orang wakil anggota kelompok dari setiap wilayah bisa mentransfer ilmu yang didapat selama pelatihan kepada anggota lain yang tidak mengikuti TOT.

Hingga saat ini sudah ada 14 judul video dokumenter pendek yang merupakan hasil karya tim video komunitas yang telah dilatih. 7 judul video merupakan hasil akhir dari pelatihan tahap pertama dan 7 video lainnya merupakan hasil produksi tim video komunitas.
PEKKA MEMOTRET PERISTIWA

Foto juga merupakan media yang efektif dalam pemberdayaan. Selain untuk dokumentasi, kegiatan membuat foto juga merupakan sarana yang terbukti membantu kelompok seperti Pekka menyebarluaskan pesannya serta membangkitkan kepercayaan diri mereka. Sebagaimana video, pada tahap awal Seknas PEKKA yang melakukan pengambilan dan pengumpulan foto-foto keadaan dan kegiatan masyarakat khususnya Pekka. Hasil foto-foto ini dipergunakan untuk pelatihan dan juga pameran tahunan di tingkat kampung.

Mulai tahun kedua, kegiatan fotografi dijadikan program khusus yaitu dengan mengembangkan kader foto atau fotografer lokal. Beberapa kader Pekka potensial dilatih untuk mempergunakan kamera saku yang mudah untuk mengabadikan berbagai obyek yang menurut mereka perlu dan penting untuk disebarluaskan. Setelah dilatih, mereka dibekali dengan kamera untuk kemudian membuat foto-foto keseharian mereka.

Cukup banyak foto-foto yang telah mereka buat. Foto-foto tersebut sebagian didokumentasikan di seknas dan dipergunakan untuk berbagai keperluan termasuk publikasi dan pameran. Sebagian foto tetap berada di lapangan untuk dipergunakan juga dalam berbagai kegiatan di tingkat wiilayah tersebut. Setiap tahun, ketika kelompok menggelar forum wilayah mereka mengadakan pula pameran foto. Ada beberapa kader foto yang mempergunakan keahliannya untuk juga menerima jasa pemotretan mengingat hampir tidak ada orang yang memiliki kamera di wilayah tersebut.

Kegiatan ini lebih sederhana dibandingkan video, namun menghadapi kendala yang sama dalam menjaga kesinambungannya. Terlepas dari itu semua, pengalaman Pekka menunjukkan mengembangkan kader foto atau fotografer lokal sangatlah efektif dalam proses pemberdayaan.

film dokumenter

Membuat Film Dokumenter?!


Judul Buku: Cara Pinter Bikin Film Dokumenter Penulis: Fajar Nugroho Penerbit: Indonesia Cerdas Cetakan: Pertama, 2007 Tebal : 190 halaman

Membuat film bukanlah suata hal yang sulit. Jika kita ingin membuat film, maka kita harus lebih dulu tahu pengertian film dan jenis apa yang akan kita buat. Cara membuat film dokumenter yang ditulis oleh Fajar Nugroho dalam bukunya ini dapat membimbing kita dalam proses pembuatan film dokumenter. Kurangnya minat masyarakat kita terhadap film dokumenter karena film dokumenter dahulunya mengunakan topik yang kaku dan tidak menghibur penonton.

Dalam membuat film dokumenter yang kita rekam harus berdasarakan fakta yang ada. Jadi film dokumenter adalah suata film yang mengandung fakta dan subjektivitas pembuatnya. Artinya apa yang kita rekam memang berdasarkan fakta yang ada, namun dalam penyajiannya kita juga memasukkan pemikiran-pemikiran kita.

Dalam membuat film dokumenter ada langkah-langkah dan kiat bagaimana film yag kita produksi disenangi oleh penonton dan tidak memakan biaya yang besar saat memproduksinya.. Langkah yang harus kita tempuh dalam membuat film dokumenter adalah pertama, menentukan ide. Ide dalam membuat film dokumenter tidaklah harus pergi jauh-jauh dan memusingkan karena ide ini bisa timbul dimana saja seperti di sekeliling kita, di pinggir jalan, dan kadang ide yang kita anggap biasa ini yang menjadi sebuah ide yang menarik dan bagus diproduksi. Jadi mulailah kita untuk bepfikir supaya peka terhadap kejadian yang terjadi.

Kedua, menuliskan film statement. Film statement yaitu penulisan ide yang sudah ke kertas, sebagai panduan kita dilapangan saat pengambilan Angel. Jadi pada langkah kedua ini kita harus menyelesaikan skenario film dan memperbanyak referensi sehingga film yang kita buat telah kita kuasai seluk-beluknya.

Ketiga, membuat treatment atau outline. Outline disebut juga script dalam bahasa teknisnya. Script adalah cerita rekaan tentang film yang kita buat. script juga suatu gambar kerja keseluruhan kita dalam memproduksi film, jadi kerja kita akan lebih terarah. Ada beberapa fungsi script. Pertama script adalah alat struktural dan organizing yang dapat dijadikan referensi dan guide bagi semua orang yang terlibat. Jadi, dengan script kamu dapat mengkomunikasikan ide film ke seluruh crew produksi. Oleh karena itu script harus jelas dan imajinatif. Kedua, script penting untuk kerja kameramen karena dengan membaca script kameramen akan menangkap mood peristiwa ataupun masalah teknis yang berhubungan dengan kerjanya kameramen. Ketiga, script juga menjadi dasar kerja bagian produksi, karena dengan membaca script dapat diketahui kebutuhan dan yang kita butuhkan untuk memproduksi film. Keempat, script juga menjadi guide bagi editor karena dengan script kita bisa memperlihatkan struktur flim kita yang kita buat. Kelima, dengan script kita akan tahu siapa saja yang akan kita wawancarai dan kita butuhkan sebagai narasumber.

Keempat, mencatat shooting. Dalam langkah keempat ini ada dua yang harus kita catat yaitu shooting list dan shooting schedule. Shooting list yaitu catatan yang berisi perkiraan apa saja gambar yang dibutuhkan untuk flim yang kita buat. jadi saat merekam kita tidak akan membuang pita kaset dengan gambar yang tidak bermanfaat untuk film kita. Sedangkan shooting schedule adalah mencatat atau merencanakan terlebih dahulu jadwal shooting yang akan kita lakukan dalam pembuatan film.

Kelima, editing script. Langkah kelima ini sangat penting dalam pembuatan film. Biasa orang menyebutnya dengan pasca produksi dan ada juga yang bilang film ini terjadinya di meja editor. Dalam melakukan pengeditan kita harus menyiapkan tiga hal adalah menbuat transkip wawancara, membuat logging gambar, dan membuat editing script. Dalam membuat transkipsi wawancara kita harus menuliskan secara mendetail dan terperinci data wawancara kita dengan subjek dengan jelas.

Membuat logging gambar ini maksudnya, membuat daftar gambar dari kaset hasil shuuting dengan detail, mencatat team code-nya serta di kaset berapa gambar itu ada. Terakhir ini merupakan tugas filmmaker yang membutuhkan kesabaran karena membuat editing scrip ini kita harus mempreview kembali hasil rekaman kita tadi ditelevisi supaya dapat melihat hasil gambar yang kita ambil tadi dengan jelas. Dengan begitu kita akan mebuat sebuah gabungan dari Outline atau cerita rekaan menjadi sebuah kenyataan yang dapat menjadi petunjuk bagi editor.

Dengan meneyelesaikan langkah di atas maka kita mecoba mencari sponsor untuk memutar film di khalayak umum. Jika sudah ada maka anda siap-siap jadi orang terkenal. Jadi sekarang tunggu apalagi bagi filmmaker pemula mulailah tunjukan bahwa karya kamu dapat dinikmati dan menarik untuk di tonton oleh semua kalangan.


komunikasi visual

Definisi Komunikasi visual (visual communication) ialah: komunikasi yang menggunakan bahasa visual, dimana unsur dasar bahasa visual (yang menjadi kekuatan utama dalam menyampaikan komunikasi adalah segala sesuatu yang dapat dilihat dan dapat dipakai untuk menyampaikan arti, makna, atau pesan.

Komunikasi Visual, secara harfiah berarti proses transformasi ide dan informasi dalam bentuk yang dapat dibaca dan ditanggapi (berupa bentuk visual). Komunikasi visual, biasanya diasosiasikan dengan seni rupa, simbol-simbol, fotografi, tipografi, lukisan, desain grafis, ilustrasi dan lain-lain. Konsep komunikasi visual adalah memadukan unsur-unsur desain grafis, seperti kreativitas, estetika, efisiensi, komunikatif dan lain-lain, untuk menciptakan suatu media yang dapat menarik perhatian, juga menciptakan media komunikasi yang efektif agar diapresiasi oleh komunikan / audiens. Perancangan komunikasi visual ini dapat dipadukan dengan strategi komunikasi, psikologi dan sosial / antropologi budaya.
Komunikasi visual merupakan payung dari berbagai kegiatan komunikasi yang menggunakan unsur rupa (visual) pada berbagai media: percetakan / grafika, luar ruang (marka grafis, papan reklame), televisi, film /video, internet dan lain-lain, dua dimensi maupun tiga dimensi, baik yang statis maupun bergerak (time based).
Dalam tulisannya yang berjudul” Proses Penyampaian Pesan Secara Visual”, Wina Puspita Sari, S.Sos, mengambil pernyataan di bawah ini sebagai landasan penulisannya, ada pun yang menjadi dasar penulisannya tersebut berbunyi:
“visual communication is one form of non-verbal communication. The element of are communicator, message, and comunicant. In this case, the communicator is producer while the communicant is the consumer. The activities of visual communication can be in the forms of explanation, statement, news, agitation, posters, songs, displays, banners, brochures, etc. the point is in the visual communications, communicators use visualization to” . Komunikasi visual juga merupakan salah satu cara penyampaian pesan secara visual, maksudnya, melalui sesuatu yang dapat dilihat, dapat berupa gambar, ilustrasi, tulisan maupun bentuk-bentuk lainnya, serta pada prinsipnya selama pesan tersebut dapat dilihat. Komunikasi visual itu sendiri, sebenarnya, merupmerupakan proses penyampaian pesan, yang menggunakan daya tarik bentuk, komposisi, baik komposisi dalam hal penggunaan warna, atau pun pemilihan tipe huruf, yang biasanya disesuaikan dengan momen, atau situasi, atau pun konteks untuk siapa pesan tersebut ditujukan.
Jadi, Komunikasai visual adalah komunikasi yang menggunakan lambang-lambang visual, dan ia merupakan bagian dari komunikasi secara keseluruhan.

Desain komunikasi visual atau lebih dikenal di kalangan civitas akademik di Indonesia dengan singkatan DESKOMVIS pada dasarnya merupakan istilah penggambaran untuk proses pengolahan media dalam berkomunikasi mengenai pengungkapan ide atau penyampaian informasi yang bisa terbaca atau terlihat. Desain Komunikasi Visual erat kaitannya dengan penggunaan tanda-tanda (signs), gambar (drawing), lambang dan simbol, ilmu dalam penulisan huruf (tipografi), ilustrasi dan warna yang kesemuanya berkaitan dengan indera penglihatan. Proses komunikasi disini melalui eksplorasi ide-ide dengan penambahan gambar baik itu berupa foto, diagram dan lain-lain serta warna selain penggunaan teks sehingga akan menghasilkan efek terhadap pihak yang melihat. Efek yang dihasilkan tergantung dari tujuan yang ingin disampaikan oleh penyampai pesan dan juga kemampuan dari penerima pesan untuk menguraikannya.


Desain komunikasi visual adalah ilmu yang mengembangkan bentuk bahasa komunikasi visual berupa pengolahan pesan pesan untuk tujuan sosial atau komersial, dari individu atau kelompok yang ditujukan kepada individu atau kelompok lainnya. Pesan dapat berupa informasi produk, jasa atau gagasan yang disampaikan kepada target audience, dalam upaya peningkatan usaha penjualan, peningkatan citra dan publikasi program pemerintah. Pada prinsipnya dkv adalah perancangan untruk menyampaikan pola pikir dari penyampaian pesan kepada penerima pesan, berupa bentuk visual yg komunikatif, efektif, efisien dan tepat. terpola dan terpadu serta estetis, melalui media tertentu sehingga dapat mengubah sikap positif sasaran. elemen desain komunikasi visual adalah gambar/ foto, huruf, warna dan tata letak dalam berbagai media. baik media cetak, massa, elektronika maupun audio visual. akar bidang dkv adalah komunikasi budaya, komunikasi sosial dan komunikasi ekonomi. Tidak seperti seniman yang mementingkan ekspresi perasaan dalam dirinya, seorang desainer komunikasi visual adalah penterjemah dalam komunikasi gagasan. Karena itulah dkv mengajarkan berbagai bahasa visual yang dapat digunakan untuk menterjemahkan pikiran dalam bentuk visua

Desain Komunikasi Visual saat ini mungkin semua orang sudah sering mendengar istilah ini, namun masih saja banyak yang belum mengetahui betul istilah tersebut dan sejauh mana ruang lingkup hingga pengaruhnya dalam kehidupan kita sehari-hari. Sebagian orang secara sempit menafsirkan Desain Komunikasi Visual identik dengan tukang reklame atau pekerjaan tukang bikin iklan di sepanjang jalan dengan papan nama yang bertuliskan advertising “ menerima pesanan sepanduk satu jam jadi, cetak undangan, sablon dll. Ya.. itulah gambaran sekilas dari sebagian masyarakat kita, sehingga mereka memandang sebelah mata orang yang bergelut di dunia desain.

atau lebih dikenal di kalangan civitas akademik di Indonesia dengan singkatan DESKOMVIS pada dasarnya merupakan istilah penggambaran untuk proses pengolahan media dalam berkomunikasi mengenai pengungkapan ide atau penyampaian informasi yang bisa terbaca atau terlihat. Desain Komunikasi Visual erat kaitannya dengan penggunaan tanda-tanda (signs), gambar (drawing), lambang dan simbol, ilmu dalam penulisan huruf (tipografi), ilustrasi dan warna yang kesemuanya berkaitan dengan indera penglihatan. Proses komunikasi disini melalui eksplorasi ide-ide dengan penambahan gambar baik itu berupa foto, diagram dan lain-lain serta warna selain penggunaan teks sehingga akan menghasilkan efek terhadap pihak yang melihat. Efek yang dihasilkan tergantung dari tujuan yang ingin disampaikan oleh penyampai pesan dan juga kemampuan dari penerima pesan untuk menguraikannya.

Kamis, 11 Juni 2009

A specially developed CCD used for ultraviolet...
Tahun 1970 ditemukan teknologi CCD (Charged Caupled Device) menggantikan tabung citra vidicon. Tidak ada yang meramalkan bahwa di kemudian hari temuan Boyle dan Smith tersebut akan menjadi tonggak yang mempercepat perkembangan teknologi penangkap gambar diam maupun gambar gerak. Kamera foto dan kamera video berkembang sangat pesat berkat penemuan tersebut. Akhirnya hanya tinggal teknik lensa saja yang hampir tidak berubah. Media penyimpan mengalami perkembangan dan melahirkan banyak varian, di antaranya dalam bentuk pita (cassete), cakram (disk), dan memori chip. Dengan demikian sinematografi tidak lagi identik dengan media penyimpan fim/selluloid. Masyarakat mulai risih menyebut gambar hasil tangkapan dengan teknik sinematografi sebagai film karena media penyimpannya memang bukan lagi film. Lalu, apa nama pengganti yang sesuai? Muncullah istilah media audio-visual. CCD yang jauh lebih murah dibanding tabung citra vidicon juga menyebabkan harga kamera menjadi murah, dengan demikian penyebarannya menjadi lebih pesat. Memasyarakatnya kamera video menyebabkan semakin banyaknya objek yang bias dikemas menjadi tayangan video. Dulu hanya film dalam arti film cerita saja yang merupakan karya sinematografi, sekarang berbagai dokumentasi dapat dikemas menjadi tayangan video, dan semua itu memerlukan teknik sinematografi. Fenomena ini mengokohkan penggunaan istilah media audio-visual untuk karya-karya sinematografi. Pengertian Media Komunikasi dan Audio-Visual Media berarti wadah atau sarana. Dalam bidang komunikasi, istilah media yang sering kita sebut sebenarnya adalah penyebutan singkat dari media komunikasi. Media komunikasi sangat berperan dalam mempengaruhi perubahan masyarakat. Televisi dan radio adalah contoh media yang paling sukses menjadi pendorong perubahan. Audio-visual juga dapat menjadi media komunikasi. Penyebutan audio-visual sebenarnya mengacu pada indra yang menjadi sasaran dari media tersebut. Media audiovisual mengandalkan pendengaran dan penglihatan dari khalayak sasaran (penonton). Produk audio-visual dapat menjadi media dokumentasi dan dapat juga menjadi media komunikasi. Sebagai media dokumentasi tujuan yang lebih utama adalah mendapatkan fakta dari suatu peristiwa. Sedangkan sebagai media komunikasi, sebuah produk audio-visual melibatkan lebih banyak elemen media dan lebih membutuhkan perencanaan agar dapat mengkomunikasikan sesuatu. Film cerita, iklan, media pembelajaran adalah contoh media audio-visual yang lebih menonjolkan fungsi komunikasi. Media dokumentasi sering menjadi salah satu elemen dari media komunikasi. Karena melibatkan banyak elemen media, maka produk audio-visual yang diperuntukkan sebagai media komunikasi kini sering disebut sebagai multimedia. Pada masyarakat yang masih terbelakang (belum berbudaya baca-tulis) elemenelemen multimedia tidak seluruhnya secara optimal menunjang komunikasi. Masyarakat terbelakang hanya mengenal gambar dan suara. Pada masyarakat modern seluruh elemen multimedia menjadi sangat vital dalam membangun kesatuan dan memperkaya informasi. Suara, teks, gambar statis, animasi dan video harus diperhitungkan sedemikian rupa penampilannya, sehingga dapat menyajikan informasi yang sesuai dengan ciri khas masyarakat modern yakni efektif dan efisien. Untuk kepentingan efektifitas dan efisiensi inilah kemudian muncul istilah multimedia yang bersifat infotainment (informatif sekaligus menghibur) dan multilayer (beberapa lapis tampil pada saat yang sama). Saat menyaksikan tayangan TV masyarakat telah terbiasa melihat sinetron sambil mencermati tambahan berita dalam bentuk teks yang bergerak di bagian bawah layar TV, dan sesekali melirik logo perusahaan TV di pojok atas. Sumber: Kuliah OnLine